Kalau ada waktu, berjalan jalanlah ke ruang tunggu rumah sakit, poli umum. Ruang tunggu itu akan mengajarkanmu banyak hal, banyak, sangat banyak. Semua yang kau cari didunia ini, paling tidak, sedikitnya pasti singgah disana. @counter pelayanan sebuah rumah sakit 08.00, seorang ibu datang, membawa anaknya yang pucat pasi, menunggu dokter umum About Us RSU Rahmad Hidayah adalah Rumah Sakit Umum Swasta yang berada di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Jl. Limau Manis, Pasar XIII No. 61, Desa Limau Manis, Kec. Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. 061 7942950 resepsionis Navigation Profil Rumah Sakit Visi & Misi Pelayanan Tenaga Medis Informasi Ruangan Kontak Kami Menu Copyright © RSU Rahmad Hidayah Design by Ai Hawari MANAJEMEN RUMAH SAKIT f DASAR HUKUM • UU no. 44 tahun 2009 • Kepmenkes no. 129 th 2008 ttg standar pelayanan minimal rumah sakit f RUMAH SAKIT • adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat f TUGAS RUMAH
Ruang tunggu pada sebuah rumah sakit ataupun klinik, sebaiknya dibuat dengan kesan yang nyaman. Sehingga, pasien bisa lebih betah dan tak jenuh saat harus menunggu. Hal tersebut dapat diciptakan lewat padupadan warna. Ya, dengan aplikasi warna yang tepat, ruang tunggu rumah sakit tak lagi terlihat monoton dan membosankan. Karena itu, terapkan warna-warna yang pas yang mampu memberi sentuhan yang membuat nyaman. Paduan warna yang bisa dipilih untuk mendesain ruang tunggu rumah sakit misalnya yaitu warna biru. Lewat balutan warna biru, maka ruang tunggu akan tampil teduh yang memberi nuansa sejuk. Suasana tersebut akan membuat orang menjadi lebih rileks. Dengan begitu, saat menunggu tak lagi menjadi hal yang membosankan. Warna biru dapat dijadikan warna utama pada ruang tunggu yang diaplikasikan hampir di seluruh elemen ruangan. Pilihlah warna biru tua supaya suasana teduh kuat terasa yang nantinya mampu menenangkan pikiran. Kombinasikan warna ini dengan warna coklat untuk kesan yang lebih nyaman serta seimbang. Warna biru tua dapat diterapkan pada seluruh sisi dinding sebagai warna utama yang dominan. Warna senada juga berlaku untuk kursi-kursi. Selanjutnya, buat kesan yang nyaman dengan memadukan warna coklat yaitu pada bagian lantai serta meja, pintu, dan bingkai lukisan. Hmmm…ruang tunggu rumah sakit atau klinik pun tampil nyaman dan memberi nuansa segar yang meredam rasa bosan.
PEDOMAN TEKNIS SARANA DAN PRASARANA BANGUNAN INSTALASI RAWAT INAP (UMUM) 1 PENDAHULUAN BAGIAN - I Selama ini terutama di daerah-daerah, belum ada pedoman yang mengatur mengenai perancangan ruang rawat inap di rumah sakit, sehingga perlu dibuat “Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Bangunan Instalasi Rawat Inap” ini agar tercapai satu
AbstrakWaktu tunggu rawat jalan di RSUD dr. Acmad Darwis Suliki masih menjadi permasalahan, hasil survey awal didapatkan bahwa waktu tunggu rawat jalan masih melebihi SPM rawat jalan yang ada yaitu 25 km. Disamping itu rumah sakit juga tidak memberikan sanksi disiplin bagi petugas yang terlambat datang. Menurut studi penelitian Laeliyah dan Subekti 2015, faktor yang mempengaruhi waktu tunggu pelayanan pasien rawat jalan di RSUD Kabupaten Indramayu diantaranya adalah kurangnya kedisiplinan dalam memulai dan mengakhiri pelayanan kepada pasien di rawat jalan, kurangnya rasa kerjasama yang terjalin antar para petugas dalam melaksanakan pelayanan di rawat jalan petugas rekam medis, petugas poliklinik, perawat dan dokter sekaligus kesadaran para petugas akan pentingnya waktu tunggu pelayanan pasien di rawat jalan. Untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan kedisiplinan para petugas dan menjalin kerjasama antar para petugas petugas rekam medis dan petugas poliklinik seperti perawat dan dokter dalam melaksanakan pelayanan di rawat jalan kepada Dalam upaya mendisiplinkan petugas di RSUD dr. Achmad Darwis telah menerapkan sistem absensi finger dan pelaksanaan apel pagi, namun hal tersebut belum mencapai hasil yang maksimal. SPO SPO di RSUD dr. Achmad Darwis sudah ada tetapi hanya SPO rekam medik, tetapi pelaksanaanya belum optimal, misalnya tentang SPO pengembalian rekam medik rawat inap yaitu 2 x 24 jam setelah pasien pulang atau dirujuk kecuali untuk kebutuhan autopsi, kenyataannya masih ada rekam medik yang belum kembali sesuai waktu yang telah ditetapkan sesuai SPO, akibatnya sewaktu pasien kontrol ke poliklinik, rekam medis tidak ditemukan di rak penyimpanan. Pengembalian dari rawat jalan juga belum sesuai SPO. Petugas poliklinik tidak mengembalikan Dokumen Rekam Medik DRM dua jam setelah pelayanan. Tidak jarang petugas kurir yang datang menjemput ke poliklinik setiap harinya. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap waktu penyelenggaraan rekam medis pasien rawat jalan. Standar Prosedur Operasional SPO dan pedoman merupakan unsur terpenting dalam pelaksanaan suatu kegiatan. Di RSUD dr. Achmad Darwis Suliki SPO untuk dirawat jalan belum ada sehingga bila ada petugas penanggung jawab salah satu poliklinik berhalangan untuk masuk dinas maka Jurnal Kesehatan Andalas. 2019; 84 petugas pengganti merasa kesulitan untuk menggantikan karena belum adanya SPO untuk pelayanan pasien poliklinik. Menurut Handoko 2012, SPO berguna untuk menghemat usaha managerial, memudahkan pendelegasian wewenang dan menempatkan tanggung jawab, memudahkan pengawasan, memungkinkan penghematan personalia dan membantu kegiatan Berdasarkan Undang-Undang RI no. 44 tahun 2009 menyatakan bahwa rumah sakit wajib memiliki SPO dalam menyelenggarakan dan melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh sarana pelayanan Karena tidak adanya SPO, maka tidak dapat dikatakan pelayanan kesehatan sudah sesuai prosedur atau Menurut Sabarguna 2008, suatu pelayanan yang dijalankan perlu adanya standar pelayanan yang dibuatkan dalam rangka mencapai Penelitian ini juga didukung oleh penelitian Laeliyah dan Subekti 2015 di RSUD Kabupaten Indramayu, yang menyatakan bahwa selain faktor jumlah pasien rawat jalan dan penyediaan berkas rekam medis pasien rawat jalan, hal penting yang mempengaruhi waktu tunggu pelayanan pasien rawat jalan adalah dari pihak RSUD Kabupaten Indramayu sendiri tidak adanya manajemen membuat regulasi dalam bentuk prosedur tetap / SOP, terutama dalam hal penetapan standar waktu tunggu pasien untuk mendapatkan pelayanan rawat Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nursanti et al 2018, yang menyatakan bahwa hal yang mempengaruhi waktu tunggu antara lain yaitu belum adanya SPO standar prosedur operasional.15 Kebijakan Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa di RSUD dr. Achmad Darwis kebijakan tentang SPM rumah sakit telah diatur dalam bentuk Peraturan Bupati nomor 117 tahun 2016 tentang SPM BLUD dr. Achmad Darwis Kebijakan tersebut telah mengacu pada Keputusanan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129/Menkes/SK/II/2008. Salah satunya mengatur tentang standar waktu tunggu rawat jalan yaitu ≤ 60 Pihak manajemen telah melakukan sosialisasi kebijakan tersebut, namun belum ada monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaannya. Untuk terlaksananya SPM sesuai standar sebaiknya ada rapat koordinasi antara petugas poliklinik dan pihak manajemen untuk membahas kendala yang dihadapi dalam mencapai standar yang telah ditetapkan. Kebijakan dalam waktu tunggu rawat jalan diatur dalam Keputusanan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal SPM Rumah Meminimalisasi waktu tunggu rawat jalan bertujuan untuk meningkatkan kepuasan pasien sehingga mutu pelayanan meningkat dan pasien loyal terhadap rumah sakit. Kebijakan adalah keputusan tetap yang dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan repetitiveness tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusan Menurut Handoko 2012 salah satu bentuk kebijakan yang dapat dibuat dalam bentuk yang lebih terperinci adalah prosedur standar atau Standard Operating Procedure SOP. Kebijakan dapat dibuat secara formal dan informal oleh para manajer puncak suatu Sarana Prasarana Sarana Di RSUD dr. Achmad Darwis khususnya di poliklinik rawat jalan masih banyak yang perlu dilengkapi untuk memperlancar proses pelayanan sehingga waktu tunggu semakin minimal. Untuk sarana di poli anak seperti timbangan bayi, kemudian untuk poli kebidanan set ganti verban hanya ada satu set , tensi meter hanya satu buah dan tidak adanya pengeras suara. Kursi tunggu juga belum mencukupi. Kurangnya tempat duduk yang ada di ruang tunggu poliklinik menyebabkan waktu tunggu menjadi lama karena pasien harus menunggu di luar area poliklinik, sedangkan di poliklinik tidak tersedia alat pengeras suara sehingga terkadang pasien tidak tahu jika namanya sudah dipanggil untuk diperiksa dokter. Permasalahan terbatasnya sarana yang ada sehingga pasien harus menunggu di luar juga ditemukan oleh Patel dan Patel 2017.17 Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Keles et al 2017 di RSUD dr. Samratulangi Tondano, yang mengatakan bahwa faktor yang paling dominan Jurnal Kesehatan Andalas. 2019; 84 yang mempengaruhi waktu tunggu yaitu faktor sarana Prasarana sudah hampir mencukupi. Dokter atau pasien yang datang tidak perlu susah mencari tempat parkir, karena di RSUD dr. Achmad Darwis Suliki sudah tersedia tempat parkir yang cukup luas dan dekat dengan poliklinik. Rumah sakit juga sudah memiliki sumber air sendiri berupa sumur bor dan air PAM. Jika terjadi pemadaman listrik, rumah sakit juga sudah mempunyai genset, sehingga pelayanan tetap berjalan walaupun listrik mati. Agar proses pelayanan rawat jalan terlaksana dengan lancar maka diharapkan agar rumah sakit melengkapi sarana sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan membuat perencanaan dengan menghitung jumlah kebutuhan untuk masa yang akan datang secara tepat, karena untuk pengadaan barang di rumah sakit umum daerah harus sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. Komponen Proses - Pendaftaran Berdasarkan hasil penelitian di RSUD dr. Achmad Darwis Suliki didapatkan bahwa, pendaftaran pasien akan bermasalah jika pasien ramai dan terjadi penumpukan pasien, akibatnya pasien akan lama menunggu. Pasien yang mendaftar dengan menggunakan kartu BPJS akan menunggu waktu pendaftaran lebih panjang dibanding pasien umum. Hal ini terjadi karena pasien BPJS harus menyerahkan berkas kelengkapan pendaftaran seperti surat rujukan dan kartu BPJS. Pihak BPJS mengharuskan pasien melakukan verifikasi sidik jari. Verifikasi sidik jari ini bertujuan untuk menghindari penyalahgunaan kartu BPJS. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nursanti et al 2018, yang mengatakan bahwa waktu tunggu lebih lama pada pasien BPJS dibanding pasien umum. Hal tersebut disebabkan karena petugas harus melakukan verifikasi berkas pasien Di RSUD dr. Achmad Darwis Suliki masih menggunakan sistem pendaftaran manual, untuk masa yang akan datang sudah ada rencana untuk melakukan pendaftaran online. Sistem pendaftaran manual membuat pasien harus datang dan antri untuk mendaftar. Menurut Susanti et al 2015, sistem antrian dan pendaftaran akan menjadi lebih baik jika menggunakan sistem appointment Ditempat pendaftaran sering ditemui permasalahan seperti antrian yang panjang atau pasien yang menumpuk. Apabila waktu tunggu di pendaftaran lama maka akan mempengaruhi lama waktu pelayanan medis pasien keseluruhan dan selanjutnya akan mempengaruhi kepuasan pasien. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Musinguzi 2013, pasien menghabiskan sebagian besar waktu dalam menunggu untuk mendapatkan pelayanan. Bagian pendaftaran merupakan salah satu yang paling menyita waktu dengan besarnya jumlah pasien yang mengantri sehingga memperlambat Persyaratan pendaftaran yang tidak lengkap juga menjadi masalah yang ditemui di loket Waktu tungggu dalam antrian pada jam sibuk pelayanan di loket pendaftaran tertinggi mencapai 58,2 Penelitian oleh Bustami et al 2015 juga menemukan beberapa masalah dalam rangkaian kegiatan administrasi dan rekam medis yang mengakibatkan memanjangnya waktu tunggu, antara lain banyaknya jumlah pasien, kurangnya petugas di loket pendaftaran dan loket BPJS, gangguan koneksi internet dan pendistribusian rekam medis yang Untuk mengatasi masalah antrian di loket pendaftaran RSUD dr. Achmad Darwis maka sebaiknya disediakan sarana yang mencukupi seperti komputer untuk input data dan mencetak SEP pasien atau memberlakukan sistem pendaftaran on line. - Menyiapkan Dokumen Rekam Medis Di RSUD dr. Achmad Darwis proses menyiapkan dokumen rekam medis belum sesuai standar yaitu 1, indicating an inadequate workload and staff number. Based on the WISN analysis, it is concluded that the pharmacy is overstaffed under the existing workload conditions. Therefore, employee redistribution and the development of pharmaceutical satellites towards enhancing effectiveness and efficiency are significantly recommended.... A new trend in international hospital services today is how to build patient-focused services and provide safer healthcare based on continuous quality improvement. The demands of today's society that hospitals should be able to provide one stop services,meaning thatall health care needs related to patients must be able to be served by the hospital quickly, accurately, quality and affordable, which in the end can provide satisfaction in the results of treatment in accordance with the disease suffered Dewi et al., 2020. ...Lilya LunandaMappeaty Nyorong Achmad bachtiar RifaiAdministering outpatient medical records is required to provide excellent service to create patient satisfaction, especially with short waiting times. The purpose of this study was to determine how the factors that influence the waiting time for outpatient medical record services at Sundari Hospital, type of research is descriptive analytic with a qualitative approach. The informants in this study consisted of 7 people, namely 4 registration officers and 3 patients who made outpatient visits. The data analysis used descriptive qualitative and the validity of the data used was data triangulation. The results show that the waiting time for outpatient medical record services for patients who register manually is longer than 60 minutes, the SOP for outpatient registration services has been implemented, it's just not done perfectly, Human resources in outpatient medical record services Sundari Hospital does not match educational qualifications, the facilities available in the outpatient medical record service at Sundari Hospital are incomplete, the technology has not been running well because the bridging system and administrative requirements for outpatients are not in accordance with Permenkes No. 28 of is recommended that Sundari General Hospital be able to implement the requirements for outpatient administration in accordance with Permenkes No. 28/2014 and be able to implement a bridging system in outpatient services so that services can be carried out effectively and efficiently. Haeruddin HaeruddinReza Aril AhriKurniawati FajrinABSTRAK Kemenkes RI waktu tunggu adalah waktu yang diperlukan mulai dari pasien mendaftar di tempat pendaftaran pasien rawat jalan, sampai pengambilan obat, dengan standar waktu tunggu pelayanan rawat jalan ditetapkan yaitu rata-rata ≤ 60 menit. Berdasarkan survey awal di RSUD Kota Makassar menunjukkan bahwa ada 7 pasien memiliki waktu tunggu yang lebih dari standar kemenkes. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor Yang Mempengaruhi Waktu Tunggu Pelayanan Rawat Jalan Pasien RSUD Kota Makassar Tahun 2020. Jenis penelitian kuantitatif dengan pedekatan analitik dan waktu tunggu pasien menggunakan Time Motion Study. Sampel 86 Pasien, menggunakan Random sampling. Pengumpulan data menggunakan Observasi, Stopwatch/jam dan kuesioner. Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada pengaruh faktor waktu tunggu pelayanan rawat jalan pasien. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada faktor mempengaruhi waktu tunggu pelayanan rawat jalan pasien RSUD Kota Makassar. Penyebab lama waktu tunggu pasien disebabkan karena kurangnya petugas diloket pendaftaran, pada pasien BPJS dan jamkesda lupa atau kurang berkarnya, tidak bawa kartu berobat, keterlambatan dokter dan distribusian BRM pasien lambat sampai di poliklinik, waktu tunggu rawat jalan pasien di RSUD Kota Makassar melebihi standar. Kata Kunci Waktu tunggu, pelayanan, rawat jalan, pasien, DeboraAdrianMangatas SilaenTan SuyonoEfforts to strengthen the health services provided to patients rely heavily on the use of high-quality, complete, accurate, and timely data to inform decision-making at the clinical, facility, and policy levels in hospitals. However, evidence of gaps in the quality of medical records is often found. At RSU Royal Prima Medan there are still some incomplete data such as writing the actions that have been done to the patient. The purpose of this study was to analyze the factors that affect the quality of medical records as part of the initiative to strengthen the health care system. The research was conducted using a survey method with an explanatory research design. The research population was 612 people and as many as 100 samples analyzed were taken by stratified random sampling. The univariate test showed that most of the respondents had filled out medical records completely and on time but there were medical records that were inaccurate and did not meet the legal requirements of medical records 59 ,0%. Bivariate analysis with Chi-Square showed that the variables of knowledge p= procedures p= and supervision p= had an effect on the quality of medical records, while equipment had no significant effect. Of the three factors, the most dominant factor influencing the quality of medical records is the knowledge obtained through multiple logistic regression tests with an OR value of 4 times the risk of affecting the quality of medical records. This research is an indication that poor knowledge will affect the quality of medical records so that the Royal Prima Hospital Medan needs to conduct socialization and training to increase the knowledge of health workers doctors, nurses, medical recorders.Anggun Akrianti PutriSumiatyYuliatiChronic kidney disease merupakan suatu kondisi penurunan progresif fungsi ginjal selama periode bulan atau tahun. Tahap akhir dari gagal ginjal kronik sering disebut dengan End Stage Renal Disease ESRD. Dalam penyakit ginjal stadium akhir ini, ginjal kehilangan fungsinya secara irreversibel untuk mempertahankan metabolisme dan homeostasis tubuh. Apabila pasien telah mengalami Gagal Ginjal Kronik stadium berat, untuk mempertahankan hidupnya diperlukan terapi sementara berupa hemodialisis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien chronic kidney disease yang menjalani hemodialysis di RSUD Labuang Baji Kota Makassar. Metode penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan Cross Sectional Study dengan menggunakan kuesioner. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD Labuang Baji Kota Makassar yang berjumlah 31 responden. Data dianalisis yang menggunakan uji chi square. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu, ada hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD Labuang Baji Kota Makassar dengan nilai p-value 0,021 60 menit. Tingkat kepuasan dalam kategori cukup puas, berdasarkan lima dimensi kualitas mutu pelayanan didapatkan pada dimensi tangibles, responsiveness, assurance, dan emphaty dalam kategori cukup puas sedangkan pada dimensi reliability dalam kategori puas. Adanya hubungan antara waktu tunggu pelayanan pasien di rawat jalan dengan kepuasan pasien terhadap pelayanan di rawat RSUD Kabupaten Indramayu, ditunjukkan dengan nilaip=0,042atau nilai korelasichi-square sebesar 4,135. Conrad MusinguziAbstract Objective To quantify waiting time, identify sections with bottlenecks and factors associated with waiting time of services offered at the Assessment Center Mulago Hosptial. Data source Hospital medical forms previous and current visit, patient real-times, exit interviews and staff response forms that captured perspectives. Study design A cross-sectional study using multilevel linear regression to identify hospital and patient-related predictors of the estimated ambulatory waiting times. Data Collection/Extraction Methods We recorded real-time patient flow data, extracted patient socio-demographics, visit days, queue lengths, previous facility, and referral status Principal findings Patient spend an estimated 5 hrs waiting with longer waiting times with most time spent at registration and pharmacy sections. This time was associated to patients who reported later in the day >1100hrs, at start of the week Monday and this time increases about 3-4 minutes more for every patient added into the queue. However, we find no consistent evidence on whether or how type of referral affects waiting times. Conclusions A system that limits the number of patient reporting to outpatient department quickens registration and drug dispensing is needed to improve quality of ambulatory care in major hospitals. Key words waiting time, out-patient, quality-of-careMo Oche Habibullah AdamuThe amount of time a patient waits to be seen is one factor which affects utilization of healthcare services. Patients perceive long waiting times as barrier to actually obtaining services and keeping patients waiting unnecessarily can be a cause of stress for both patient and doctor. This study was aimed at assessing the determinants of patients' waiting time in the general outpatient department GOPD of a tertiary health institution in northern Nigeria. This descriptive cross-sectional study was carried out among new patients attending the GOPD of the Usmanu Danfodiyo University Teaching Hospital, Sokoto, North Western Nigeria. A structured questionnaire was used to elicit information from 100 patients who were recruited into the study using a convenience sampling method. Data collected were entered and analyzed using Statistical Package for Social Sciences version 17; Chi-square test was used to compare differences between proportions with the level of statistical significance set at 5% P 60 minutes due to the overload patients, lack of personnel at the registration booth, disrupted internet connection, delayed of distribution of medical record files, limited available rooms, and limited human resources that were expertised in the field of refraction and medical recordsKeywords waiting time, patients, the Public Eye Health Department of North SulawesiAbstrak Rumah Sakit mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, salah satunya melalui waktu tunggu pasien yang cepat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis lama waktu tunggu proses kedatangan, pelayanan, sumber daya manusia pelayanan pasien rawat jalan di Balai Kesehatan Mata Masyarakat BKMM Provinsi Sulawesi Utara Sulut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melakukan wawancara pada 7 orang informan sebagai data primer, sedangkan data sekunder diperoleh dari pengamatan langsung/ observasi di BKMM Provinsi Sulut. Hasil penelitian mendapatkan kedatangan pasien di BKMM sudah terjadi sebelum loket pendaftaran dibuka dan kebanyakan pasien datang dengan diantar oleh keluarganya. Selama proses pelayanan ada beberapa kendala yang terjadi antara lain pasien tidak membawa berkas/jaminan yang lengkap, jumlah loket pendaftaran yang terbatas karena kurangnya petugas, ruangan yang kurang memadai, adanya gangguan koneksi internet, serta keterbatasan sumber daya manusia yang ahli dibidang refraksi dan rekam medik. Simpulan Waktu tunggu di BKMM Provinisi Sulut masih tergolong lama > 60 menit yang disebabkan jumlah pasien yang banyak, kurangnya petugas di loket pendaftaran dan BPJS, gangguan koneksi internet, pendistribusian berkas rekam medik yang sering terlambat, keterbatasan ruangan yang ada, dan keterbatasan SDM yang mempunyai keahlian di bidang refraksi dan rekam medikKata kunci waktu tunggu, pasien, BKMMRavikant PatelHinaben R. PatelBackground Gujarat Medical Education Research society started GMERS medical college and tertiary care Hospital in Valsad since last 4 years. As civil Hospital is converted in to tertiary care hospital and many of the departments running in different buildings so, searching the concern OPDs is difficult for patients, waiting time and patients satisfaction is important to avail the services. Patient satisfaction is one of the important goals of any health system, but it is difficult to measure the satisfaction. Aims & objectives were 1 to study the waiting time at various Out Patient Department OPDs. and various investigation; 2 To study the accessibility of various department of hospital; 3 To study the patient satisfaction on hospital process, behavior of hospital staff and treatment This was a cross sectional observational study conducted in Hospital-Valsad for the period of 2 months and total 135 patients were interviewed availing the OPD The mean age of patient attending the OPD was years and majority of them are female patient Hospital staff was main source of guidance for searching the OPDs for consulting the doctor. patient registered 20 min after standing in queue. The mean waiting time was min. and patients were satisfied with treatment cost and behavior of staff Many patients face the difficulties in finding the various departments. On an average 12 minutes of waiting time outside the various They were also satisfied with the treatment cost and behaviour of hospital kepuasan pelayanan pasien tentang waktu tunggu di poliklinik Asy-Syifa KudusH DewiR M AnnyK SriDewi H, Anny RM, Sri K. Tingkat kepuasan pelayanan pasien tentang waktu tunggu di poliklinik Asy-Syifa Kudus. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan. 2008; 21 Darwis. Profil RSUD drRsud DrRSUD dr. Achmad Darwis. Profil RSUD disiplin kerja dan motivasi terhadap kinerja karyawan pada rumah sakit umum daerah Kanjuruan MalangA SetiawanSetiawan A. Pengaruh disiplin kerja dan motivasi terhadap kinerja karyawan pada rumah sakit umum daerah Kanjuruan Malang. Jurnal Ilmu Manajemen. 2013;11245-53.
RSUD Cilincing berdiri pada tanggal 15 April 2015, dengan type Rumah Sakit kelas C. Visi : "Menjadikan Rumah Sakit Unggulan Untuk Pelayanan Terpadu Ibu dan Anak" Misi : "1. Menyediakan pelayanan kesehatan perorangan berupa layanan spesialis yang profesional, 8 spesialis dan 4 spesialis penunjang. 2.
The quality of health services is still not optimal, especially in terms of patient dissatisfaction with drug services at pharmacies. A more efficient system can be built only if the waiting time evaluation has been carried out at pharmacies that provide drug prescriptions for patients. This study aims to evaluate the waiting time for prescription services at pharmacies to achieve patient satisfaction with drug services at pharmacies. In this study, Angkasa Farma's pharmacy became the subject of evaluation. The study was conducted with an observational design using descriptive analysis. The waiting time data obtained were then analyzed descriptively and compared with the minimum service standard of waiting time, this is for two types of drugs prepared drugs and compound drugs. The results of the study based on a sample of 100 recipes and 100 non-concoction recipes are the number of recipes that meet the standards for prescription recipes as many as 37 recipes and for non-concoction recipes as many as 95 recipes. The average waiting time for concoction recipe services is minutes and the average waiting time for non-concoction prescription services is minutes. The average waiting time for non-concoction prescription services has met the standard, while the waiting time for blended prescription services has not met the standards according to the Regulation of the Minister of Health of the Republic of Indonesia. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Bioscientist Jurnal Ilmiah Biologi E-ISSN 2654-4571; P-ISSN 2338-5006 Vol. 9, No. 2, December 2021; Page, 659-665 659 EVALUASI WAKTU TUNGGU PELAYANAN RESEP OBAT RACIKAN DAN NON RACIKAN PADA PASIEN RAWAT JALAN DI APOTEK Depi Yuliana1*, Faizul Bayani2, Dedent Eka Bimmaharyanto3, Lelie Amalia Tusshaleha4, Syamsul Rahmat5, Meilynda Pomeistia6, dan Recta Olivia Umboro7 1,2,3,4,5,&6Program Studi Farmasi, Fakultas Kesehatan, Universitas Qamarul Huda Badaruddin, Indonesia 7Program Studi Farmasi, Fakultas Kesehatan, Universitas Bumigora, Indonesia *E-Mail depiyuliana DOI Submit 10-11-2021; Revised 22-11-2021; Accepted 14-12-2021; Published 30-12-2021 ABSTRAK Kualitas layanan kesehatan masih belum optimal, terutama dalam hal ketidakpuasan pasien pada layanan obat di apotek. Sistem yang lebih efisien dapat dibangun hanya jika telah dilakukan evaluasi waktu tunggu pada apotek-apotek yang menyediakan resep obat bagi pasien. Studi ini bertujuan mengevaluasi waktu tunggu pelayanan resep di apotek untuk mencapai kepuasan pasien terhadap pelayanan obat di apotek. Dalam studi ini, apotek Angkasa Farma menjadi subjek evaluasi. Penelitian dilakukan dengan desain observasional menggunakan analisis deskriptif. Data lama waktu tunggu yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif dan dibandingkan dengan standar pelayanan minimal waktu tunggu, ini untuk dua jenis obat obat jadi dan obat racikan. Hasil studi berdasarkan jumlah sampel 100 resep racikan dan 100 resep non racikan adalah jumlah resep yang memenuhi standar untuk resep racikan sebanyak 37 resep dan untuk resep non racikan sebanyak 95 resep. Rata-rata waktu tunggu pelayanan resep racikan adalah 41,47 menit dan rata-rata waktu tunggu pelayanan resep non racikan adalah 21,29 menit. Rata-rata waktu tunggu pelayanan resep non racikan sudah memenuhi standar, sedangkan waktu tunggu pelayanan resep racikan belum memenuhi standar menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Kata Kunci Waktu Tunggu, Pelayanan Resep Pasien, Apotek. ABSTRACT The quality of health services is still not optimal, especially in terms of patient dissatisfaction with drug services at pharmacies. A more efficient system can be built only if the waiting time evaluation has been carried out at pharmacies that provide drug prescriptions for patients. This study aims to evaluate the waiting time for prescription services at pharmacies to achieve patient satisfaction with drug services at pharmacies. In this study, Angkasa Farma's pharmacy became the subject of evaluation. The study was conducted with an observational design using descriptive analysis. The waiting time data obtained were then analyzed descriptively and compared with the minimum service standard of waiting time, this is for two types of drugs prepared drugs and compound drugs. The results of the study based on a sample of 100 recipes and 100 non-concoction recipes are the number of recipes that meet the standards for prescription recipes as many as 37 recipes and for non-concoction recipes as many as 95 recipes. The average waiting time for concoction recipe services is minutes and the average waiting time for non-concoction prescription services is minutes. The average waiting time for non-concoction prescription services has met the standard, while the waiting time for blended prescription services has not met the standards according to the Regulation of the Minister of Health of the Republic of Indonesia. Keywords Waiting Time, Patient Prescription Services, Pharmacies. Bioscientist Jurnal Ilmiah Biologi is Licensed Under a CC BY-SA Creative Commons Attribution-ShareAlike International License. Bioscientist Jurnal Ilmiah Biologi E-ISSN 2654-4571; P-ISSN 2338-5006 Vol. 9, No. 2, December 2021; Page, 659-665 660 PENDAHULUAN Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Di satu sisi, peningkatan kualitas layanan kesehatan telah menjadi perhatian besar bagi akademisi, profesional, dan praktisi layanan kesehatan. Banyak studi literatur yang menyelidiki kualitas layanan kesehatan dan masalah terkait seperti ketidakpuasan pasien karena waktu tunggu yang lama terutama dalam pelayanan resep pada pasien di apotek Alodan et al., 2020. Menurut sebuah studi bersama oleh Organisasi Kesehatan Dunia WHO dan Bank Dunia pada tahun 2018, layanan kesehatan berkualitas buruk menghambat kemajuan dalam meningkatkan kesehatan di negara-negara di seluruh dunia World Health Organization et al., 2018. Sebuah studi oleh Mosadeghrad 2013, mengeksplorasi perspektif pemangku kepentingan kesehatan tentang kualitas layanan dalam upaya untuk menetapkan definisi kualitas yang komprehensif yang dapat memenuhi semua harapan pemangku kepentingan dalam sistem perawatan kesehatan. Mengidentifikasi atribut kualitas dapat membantu semua pihak menetapkan dan memelihara program peningkatan kualitas yang berkesinambungan. Pemangku kepentingan meliputi klien, profesional, manajer, pembuat kebijakan, dan pembayar. Setelah tinjauan literatur yang luas, banyak definisi kualitas kesehatan yang berkaitan dengan masing-masing pemangku kepentingan ditemukan. Aspek pemangku kepentingan terkait pelayanan kesehatan adalah pasien pembayar, dimana salah satu aspek penyedia layanan kesehatan seperti apotek harus memberikan layanan terbaik pada pasien. Studi sebelumnya Abdelhadi & Shakoor, 2014 meneliti tentang pelayanan apotek dalam melayani pasien rawat jalan dan rawat inap. Penelitian mereka menerapkan teknik Lean Manufacturing untuk mengevaluasi dan meningkatkan kualitas pelayanan serta mengurangi waktu tunggu di kedua apotek tersebut. Teknik tersebut sebagai alat perbaikan yang meningkatkan efisiensi dan kualitas layanan untuk mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk pemberian layanan dengan membandingkan efisiensi antara dua apotek apotek yang melayani pasien rawat jalan dan rawat inap. Pengumpulan data dilakukan dengan mengamati alur kerja di kedua apotek tersebut selama seminggu. Dalam penelitian, mereka menggunakan alat metrik dalam lean manufacturing yang disebut Takt Time untuk mengukur efisiensi kedua apotek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa apotek rawat inap lebih efisien daripada apotek rawat jalan, karena waktu tunggu pengisian resep rata-rata rawat jalan lebih baik daripada aspotek yang melayani resep rawat jalan Abdelhadi & Shakoor, 2014. Layanan apotek sebagai bentuk pelayanan kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi atau obat-obatan, dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di apotek wajib mengikuti standar pelayanan kefarmasian sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016 Permenkes Republik Bioscientist Jurnal Ilmiah Biologi E-ISSN 2654-4571; P-ISSN 2338-5006 Vol. 9, No. 2, December 2021; Page, 659-665 661 Indonesia, 2016, dimana waktu tunggu pelayanan resep merupakan salah satu bagian dari evaluasi mutu pelayanan di apotek, sehingga apotek tentunya harus memperhitungkan lama waktu tunggu pelayanan resep sebagai indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan. Hanya saja, waktu tunggu pasien rawat jalan untuk mendapatkan layanan obat di apotek sampai dengan saat ini masih menjadi masalah Arafeh et al., 2014. Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga menjadi masalah di negara luar. Efisiensi waktu tunggu di apotek penyedia resep disebabkan salah satunya oleh antrian pasien yang berkunjung ke apotek Suss et al., 2017. Studi oleh Alodan et al. 2020 yang melakukan survey pada apotek yang menyiapkan obat pada pasien rawat jalan menemukan bahwa Pertama, apotek melayani semua klinik rawat jalan dan rata-rata waktu tunggu pasien antara 90 hingga 120 menit. Kedua, resep ditulis secara manual oleh dokter yang mungkin akan menyulitkan apoteker. Jumlah obat yang diresepkan antara 1500 hingga 1800 per hari. Ketiga, ukuran dan tata letak apotek tidak berkontribusi pada jumlah resep yang disiapkan dan jumlah pasien. Akhirnya, seluruh gudang farmasi didedikasikan untuk resep yang tidak diklaim Alodan et al., 2020. Di Indonesia, standar waktu tunggu yang ditentukan di dalam Permenkes melalui Standar Pelayanan Minimal yaitu, pelayanan resep obat non racikan adalah ≤ 30 menit dan obat racikan adalah ≤ 60 menit. Sistem yang lebih efisien dapat dibangun hanya jika telah dilakukan evaluasi waktu tunggu pada apotek-apotek yang menyediakan resep obat bagi pasien. Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan evaluasi waktu tunggu pelayanan resep di apotek untuk mencapai kepuasan pasien terhadap pelayanan obat di Apotek. Dalam studi ini, apotek Angkasa Farma menjadi subjek evaluasi. METODE Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain observasional menggunakan analisis deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian yang berusaha mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena atau hubungan antar fenomena yang diteliti secara sistematis, faktual dan akurat. Metode ini sering dianjurkan untuk penelitian sosial sains Figueira et al., 2021. Variabel yang dianalisa pada penelitian ini adalah lama waktu tunggu pelayanan resep yang diberikan apotek Angkasa Farma kepada pasien. Populasi dalam penelitian ini adalah semua resep dari dokter praktek yang ada di apotek, sedangkan sampel yang digunakan diambil menggunakan teknik accidental sampling. Ini merupakan suatu teknik penentuan sampel dengan mengambil responden yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks penelitian. Pada penelitian kesehatan, teknik accidental sampling sangat populer digunakan terutama ketika melakukan survey, atau observasi pada layanan dan kepuasan Loureiro & Charepe, 2021. Data lama waktu tunggu yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif dan dibandingkan dengan standar pelayanan minimal waktu tunggu, ini untuk dua jenis obat obat jadi dan obat racikan. Data yang diperoleh kemudian disajikan dalam bentuk tabel. Evaluasi lama waktu tunggu pelayanan obat Bioscientist Jurnal Ilmiah Biologi E-ISSN 2654-4571; P-ISSN 2338-5006 Vol. 9, No. 2, December 2021; Page, 659-665 662 dilakukan dengan menuliskan waktu saat pasien menyerahkan resep hingga pasien menerima obat. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada pelayanan farmasi, waktu tunggu adalah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu proses pelayanan mulai dari penerimaan resep sampai penyerahan obat. Pada jam WITA WITA merupakan jam sibuk pada rumah sakit, sehingga pada jam tersebut resep-resep masuk secara bersamaan sehingga terjadi penumpukan resep delay. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti pada bulan Mei 2021di Apotek Angkasa Farma diperoleh data seperti disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Sampel Berdasarkan Klasifikasi Obat. Jumlah resep pada awal bulan Mei 2021 sebanyak 2000 resep yang terdiri dari resep racikan dan non racikan. Berdasarkan perhitungan sampel dengan menggunakan rumus Slovin didapatkan hasil untuk resep racikan sebanyak 100 sampel dan resep non racikan sebanyak 100 sampel. Tabel 2. Rata-rata Waktu Tunggu Resep Racikan dan Non Racikan. Hasil dari evaluasi ini didapatkan bahwa rata-rata waktu tunggu yang diperlukan untuk resep racikan yaitu 41,47 menit dan untuk non racikan 21,29 menit. Selanjutnya, hasil kesesuaian waktu tunggu pelayanan resep dengan Permenkes RI Nomor 129 Tahun 2008 disajikan pada Tabel 3. Dan hasil secara keseluruhan disajikan pada Gambar 1. Tabel 3. Kesesuaian Waktu Tunggu Pelayanan Obat Racikan dan Non Racikan. Berdasarkan kesesuaian waktu tunggu pelayanan obat dalam Permenkes RI Nomor 129 Tahun 2008 untuk obat racikan ≤ 60 menit dan obat non racikan ≤ 30 menit. Berdasarkan evaluasi didapatkan bahwa waktu tunggu pelayanan resep racikan yang sesuai adalah 37 resep dan untuk waktu tunggu pelayanan resep non racikan yang sesuai adalah 95 resep. Bioscientist Jurnal Ilmiah Biologi E-ISSN 2654-4571; P-ISSN 2338-5006 Vol. 9, No. 2, December 2021; Page, 659-665 663 Gambar 1. Hasil Studi Berdasarkan Jumlah Sampel 100 Resep Racikan dan Non Racikan Berdasarkan Parameter Waktu Tunggu dan Kesesuaian. Gambar 1 memperjelas hasil studi ini berdasarkan jumlah sampel 100 resep racikan dan 100 resep non racikan, jumlah resep yang memenuhi standar untuk resep racikan sebanyak 37 resep dan untuk resep non racikan sebanyak 95 resep. Rata-rata waktu tunggu pelayanan resep racikan adalah 41,47 menit dan rata-rata waktu tunggu pelayanan resep non racikan adalah 21,29 menit. Rata-rata waktu tunggu pelayanan resep non racikan sudah memenuhi standar, sedangkan waktu tunggu pelayanan resep racikan belum memenuhi standar Permenkes Nomor 129 Tahun 2008. Apotek Angkasa Farma adalah apotek swasta yang bekerjasama dengan dokter untuk melakukan praktek antara lain praktek dokter umum, praktek dokter spesialis penyakit dalam, dan praktek dokter spesialis kulit dan kelamin. Waktu pelaksanaan praktek dokter di Apotek Angkasa Farma adalah mulai dari jam WITA sampai dengan jam WITA. Tenaga Kefarmasian yang bertugas melayani resep di Apotek Angkasa Farma berjumlah hanya 2 orang, sedangkan pada saat praktek dokter dimulai resep mulai masuk ke apotek dalam waktu yang bersamaan sehingga pada jam tersebut sering terjadi penumpukan resep baik itu resep racikan maupun resep non racikan. Berdasarkan hasil penelitian seperti yang tertera pada Tabel 3 diperoleh bahwa, sebanyak 63% waktu tunggu pelayanan resep racikan tidak sesuai standar dan 95% waktu tunggu pelayanan resep non racikan sesuai standar. Hasil serupa nampaknya ditemukan juga pada apotek yang dikelola rumah sakit umum daerah, semisal pada RSUD Bhakti Dharma Husada, laporan farmasi pada tahun 2016 menunjukkan waktu tunggu pelayanan resep apotek belum mencapai standar pelayanan minimal SPM, yaitu untuk resep non racikan sebanyak 49% dan resep racikan sebanyak 47,1% Margiluruswati, 2017. Sebagai pembanding, studi oleh Reslina et al. 2021 melaporkan hasil studi serupa di Instalasi Farmasi RSUP Dr. M. Djamil Padang. Sampel sebanyak 349 resep 320 resep jadi dan 29 racikan diambil Bioscientist Jurnal Ilmiah Biologi E-ISSN 2654-4571; P-ISSN 2338-5006 Vol. 9, No. 2, December 2021; Page, 659-665 664 selama kurun waktu 1 bulan. Hasil menunjukkan waktu tunggu pelayanan resep jadi rata-rata mencapai 36 menit 23 detik ini tidak sesuai standar, seharusnya ≤ 30 menit, sedangkan waktu tunggu pelayanan resep racik dengan rata-rata mencapai 1 jam 9 menit 48 detik ini tidak sesuai standar, seharusnya ≤ 60 menit Reslina et al., 2021. Waktu tunggu pelayanan resep racikan yang tidak sesuai standar di Apotek Angkasa Farma dapat terjadi karena kurangnya jumlah tenaga kefarmasian saat melayani resep yang masuk ke apotek dan menumpuknya resep di waktu yang bersamaan. Pada pelayanan farmasi, waktu tunggu adalah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu proses pelayanan mulai dari penerimaan resep sampai penyerahan obat. Pada jam WITA WITA merupakan jam sibuk pada rumah sakit, sehingga pada jam tersebut resep-resep masuk secara bersamaan sehingga terjadi penumpukan resep delay. Pada proses dispensing, terdapat fase pengambilan obat, peracikan, penulisan e-tiket, dan pengecekan. Fase-fase tersebut harus dilakukan oleh orang yang berbeda-beda supaya tenaga teknis kefarmasian mampu berkonsentrasi pada bagiannya masing-masing serta menghindari terjadinya kesalahan. Pemberian e-tiket dilakukan dengan tulis tangan yang kemungkinan memakan waktu yang lama apabila dalam 1 resep terdapat banyak obat dan petugas yang menuliskan e-tiket hanya1 orang, sehingga hal tersebut juga dapat menjadi faktor lamanya waktu tunggu pelayanan resep. SIMPULAN Hasil studi berdasarkan jumlah sampel 100 resep racikan dan 100 resep non racikan adalah jumlah resep yang memenuhi standar untuk resep racikan sebanyak 37 resep dan untuk resep non racikan sebanyak 95 resep. Rata-rata waktu tunggu pelayanan resep racikan adalah 41,47 menit dan rata-rata waktu tunggu pelayanan resep non racikan adalah 21,29 menit. Rata-rata waktu tunggu pelayanan resep non racikan sudah memenuhi standar, sedangkan waktu tunggu pelayanan resep racikan belum memenuhi standar Permenkes Nomor 129 Tahun 2008. SARAN Studi selanjutnya penting untuk melakukan eksplorasi dan menemukan metode terbaik untuk mengatasi masalah pelayanan kesehatan dalam konteks waktu tunggu pasien rawat jalan untuk mendapatkan layanan obat di apotek, setidaknya agar sesuai dengan standar pelayanan kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah berkontribusi dalam pelaksanaan penelitian ini, terutama tim riset, dan pihak apotek Angkasa Farma yang telah bersedia sebagai subjek evaluasi. Bioscientist Jurnal Ilmiah Biologi E-ISSN 2654-4571; P-ISSN 2338-5006 Vol. 9, No. 2, December 2021; Page, 659-665 665 DAFTAR RUJUKAN Abdelhadi, A., and Shakoor, M. 2014. Studying the Efficiency of Inpatient and Outpatient Pharmacies Using Lean Manufacturing. Leadership in Health Services, 273, 255-267. Alodan, A., Alalshaikh, G., Alqasabi, H., Alomran, S., Abdelhadi, A., and Alkhayyal, B. 2020. Studying the Efficiency of Waiting Time in Outpatient Pharmacy. MethodsX, 7, 100913. Arafeh, M., Barghash, Sallam, E., and Al-Samhouri, A. 2014. Six Sigma Applied to Reduce Patients’ Waiting Time in A Cancer Pharmacy. International Journal of Six Sigma and Competitive Advantage, 82, 105-124. Figueira, Figueira, Corradi-Perini, C., Martínez-Rodríguez, A., Figueira, da Silva, and Dantas, 2021. A Descriptive Analytical Study on Physical Activity and Quality of Life in Sustainable Aging. Sustainability, 1311, 5968. Loureiro, F., and Charepe, Z. 2021. Satisfaction with Nursing Care Influence of Sociodemographic Factors on A Sample of Hospitalised Children. Annals of Medicine, 53sup1, S10-S11. Margiluruswati, P. 2017. Analisis Ketepatan Waktu Tunggu Pelayanan Resep Pasien JKN dengan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Jurnal Manajemen Kesehatan Yayasan RS. Dr. Soetomo, 32, 238. Mosadeghrad, A. 2013. Healthcare Service Quality Towards A Broad Definition. International Journal of Health Care Quality Assurance, 263, 203-219. Permenkes Republik Indonesia. 2016. Permenkes No. 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek [JDIH BPK RI]. Reslina, I., Pameswari, P., dan Nisa, 2021. Analisis Kualitatif Waktu Tunggu Pelayanan Resep pada Pasien BPJS di Instalasi Farmasi RSUP DR. M. Djamil Padang. Journal Academi Pharmacy Prayoga, 61, 20-28. Suss, S., Bhuiyan, N., Demirli, K., and Batist, G. 2017. Toward Implementing Patient Flow in a Cancer Treatment Center to Reduce Patient Waiting Time and Improve Efficiency. Journal of Oncology Practice, 136, e530-e537. World Health Organization, Development, O. for and Development, for R. 2018. Delivering Quality Health Services A Global Imperative for Universal Health Coverage. World Health Organization. ... Hal ini menunjukkan bahwa jumlah resep obat non racikan yang Waktu Tunggu Pelayanan Resep pada Pasien Rawat Jalan... pasien menyerahkan resep pada petugas kefarmasian sampai dengan pasien menerima obat yaitu tenggang waktu ≤30 menit untuk resep non racikan dan ≤60 menit untuk resep racikan. Hasil penelitian ini telah sesuai dengan Permenkes RI No. 72 Tahun 2016 sehingga memberikan dampak positif kepada yang mengeluhkan mutu pelayanan obat kemungkinan salah satu diantaranya akibat sarana penunjang yang belum memadaiYuliana et al., 2021. Pelayanan resep non racikan yang sering didahulukan daripada resep racikan terkadang juga menimbulkan lamanya pelayanan resep. ...Lina Apriani Herni SetyawatiPuspita Raras AninditaAnugraheny Ayu PramitaWaktu tunggu pelayanan resep obat adalah tenggang waktu mulai pasien menyerahkan resep sampai dengan menerima obat dengan standar minimal yang ditetapkan Kementerian Kesehatan adalah .05, age rs=– p > .05 or scheduled/unscheduled admissions t=– p > .05 and the score attributed by children. Discussion and conclusions In this sample, school-aged children are satisfied with nursing care provided during hospitalisation. Sociodemographic factors seem to have effect on overall satisfaction in previous studies with better scores of satisfaction in older patients [4 Murante AM, Seghieri C, Brown A, et al. How do hospitalization experience and institutional characteristics influence inpatient satisfaction? A multilevel approach. Int J Health Plan Manage. 2014;293e247–e260.[Crossref], [PubMed], [Web of Science ] , [Google Scholar]], male patients [4 Murante AM, Seghieri C, Brown A, et al. How do hospitalization experience and institutional characteristics influence inpatient satisfaction? A multilevel approach. Int J Health Plan Manage. 2014;293e247–e260.[Crossref], [PubMed], [Web of Science ] , [Google Scholar],5 Foss C. Gender bias in nursing care? Gender-related differences in patient satisfaction with the quality of nursing care. Scand J Caring Sci. 2002;16119–26.[Crossref], [PubMed], [Web of Science ] , [Google Scholar]] and unscheduled admissions [6 Pelander T, Leino-Kilpi H, Katajisto J. Quality of pediatric nursing care in Finland children's perspective. J Nurs Care Qual. 2007;222185–194.[Crossref], [PubMed], [Web of Science ] , [Google Scholar]]. Nevertheless, this was not verified in our sample. We suggest that further studies should be developed with larger samples and different group activity PA improves the quality of life QOL of older people, increasing overall health and well-being and enabling them to take control over their own lives, and is highly correlated with sustainable aging. Objective To relate the practice of PA with QOL for sustainable aging. Method The sample of this cross-sectional inquiry analytical observational ex post facto research was composed of 690 community-dwelling older people of both genders, non-selected volunteers, living in Brazil, present at a road run in Rio de Janeiro, from 30 October 2019 to 12 March 2020, that answered an instrument starting with profile questions, followed by selected questions on QOL from world health organization quality of life for old age WHOQOL-Old and on PA from Baecke-Old. Results The mean age bracket was 65–69 years, female. This sample was characterized as active 84%, having university level education 75%, fitting the concept of a high level of QOL ± QOL was distributed as 562 at 70–100%; 123 at 41–69%; 5 at 32–40%. Between active and sedentary lifestyle and QOL, the sedentary lifestyle presented a lower QOL score while the active QOL score was highest, with a correspondence with p < DF = 2, with certainty and Pearson’s chi-square test critical value = Conclusion The sample of older people characterized by high QOL and PA with a university level education suggests the triangulation between advanced education, PA and QOL. The QOL of the older people with high scores was associated with the practice of PA, and low scores were associated with a sedentary lifestyle; this conclusion can be applied to sustainable aging of general AlodanGhada AlalshaikhHadeel AlqasabiBandar A. AlkhayyalIn general, the pharmacy is the last department to be visited for outpatient in the hospitals, and therefore its efficiency is directly linked to patients’ satisfactions and more important the reputation of the entire hospital. The study here is based on Medical City that is located in Riyadh, Saudi Arabia. It serves patients from all over Saudi Arabia. The aim of the study is to improve the efficiency of waiting time of outpatient pharmacy based on the problems that have been observed using management quality tools and techniques. After analyzing the data for the current situation, then trying to propose changes for improvement in system efficiency. Results showed that by proposing automated waiting system with automated prescriptions, patient categorization, reduce the unclaimed prescriptions, and modify the pharmacy's layout. All of that will help in reducing the waiting time as well as increasing the patients' satisfaction which will lead to improve the pharmacy's efficiency. From reviewing the literature, it concludes that applying management quality tools and techniques will tremendously improve the quality of services in healthcare systems. The statistical analysis presented shows some outliers points when serving patients which were studied and recommendations were proposed. This is new approach to enhance the quality of healthcare management and leads to increase in the efficiency of the outpatient MargiluruswatiABSTRAKPada laporan tahunan Farmasi RSUD Bhakti Dharma Husada tahun 2016 terdapat waktu tunggu pelayanan resep yang belum mencapai standar pelayanan minimal SPM, yaitu untuk resep non racikan sebanyak 49% dan resep racikan sebanyak 47,1%. Hal tersebut belum sesuai dengan dalam Kepmenkes Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ketepatan waktu tunggu pelayanan resep pasien JKN dengan standar pelayanan minimalrumah sakit. Penelitian ini menggunakan metode Non Probability Accidental Sampling terhadap resep pasien rawat jalan Jaminan Kesehatan Nasional JKN di UPF Rawat Jalan RSUD Bhakti Dharma Husada. Waktu penelitian dilakukan dengan jumlah sampel 100 resep dengan 82 resep non racikan dan 18 resep racikan. Penelitian dilakukan dengan pengamatan langsung dan penghitungan lama waktu tunggu pelayanan resep non racikan dan dari penelitian ini yaitu waktu lama tunggu pelayanan resep non racikan mempunyai presentase 0% sesuai standar dan obat dengan presentase 67% sesuai dengan Sigma process improvement methodology has been applied to reduce patients' waiting time in an outpatient pharmacy located in a cancer treatment hospital. Data concerning patients' satisfaction has been collected and analysed. Discrete event simulation DES model and design of experiments are utilised as a decision support tool to optimise staffing requirements. Throughout the different project phases, various improvement opportunities have been proposed to reduce patients waiting time. Sensitivity analysis was also performed to test the robustness of the processes against possible changes in the availability of staff in the pharmacy. As a result of implementing Six Sigma methodology, patients' waiting time are reduced by 50%. Ali Mohammad MosadeghradThe main purpose of this study is to define healthcare quality to encompass healthcare stakeholder needs and expectations because healthcare quality has varying definitions for clients, professionals, managers, policy makers and payers. This study represents an exploratory effort to understand healthcare quality in an Iranian context. In-depth individual and focus group interviews were conducted with key healthcare stakeholders. Quality healthcare is defined as "consistently delighting the patient by providing efficacious, effective and efficient healthcare services according to the latest clinical guidelines and standards, which meet the patient's needs and satisfies providers". Healthcare quality definitions common to all stakeholders involve offering effective care that contributes to the patient well-being and satisfaction. This study helps us to understand quality healthcare, highlighting its complex nature, which has direct implications for healthcare providers who are encouraged to regularly monitor healthcare quality using the attributes identified in this study. Accordingly, they can initiate continuous quality improvement programmes to maintain high patient-satisfaction levels. This is the first time a comprehensive healthcare quality definition has been developed using various healthcare stakeholder perceptions and cancer treatment centers can be considered as complex systems in which several types of medical professionals and administrative staff must coordinate their work to achieve the overall goals of providing quality patient care within budgetary constraints. In this article, we use analytical methods that have been successfully employed for other complex systems to show how a clinic can simultaneously reduce patient waiting times and non-value added staff work in a process that has a series of steps, more than one of which involves a scarce resource. The article describes the system model and the key elements in the operation that lead to staff rework and patient queuing. We propose solutions to the problems and provide a framework to evaluate clinic performance. At the time of this report, the proposals are in the process of implementation at a cancer treatment clinic in a major metropolitan hospital in Montreal, Abdelhadi Mwafak ShakoorPurpose – The purpose of this paper is to present a new approach to measure the service quality provided by a public health-care service provider using the lean manufacturing concept. The research shows that the adoption of lean manufacturing principles and methodologies may be used as a measure for efficiency. The relative efficiency measure concept is introduced. Design/methodology/approach – The inpatient and outpatient pharmacies providing medicines to the public at a large regional hospital in the southern part of the Kingdom of Saudi Arabia were the focus of this study. The lean manufacturing concept is used as a method to improve the service quality and reduce the time needed to deliver the medicine by comparing the efficiency between these two pharmacies based on a metric used in lean manufacturing called takt time. A team was formed to study the current situation, and recommendations based on lean manufacturing were suggested for implementations. Findings – The research shows that the adoption of lean manufacturing principles and methodologies may be used as an efficiency measure to compare between different departments working under the same managerial system. Originality/value – The results presented in this paper are reliable, objective and may be generalized for measuring the relative performance efficiency between several departments providing the same type of No. 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di ApotekPermenkes Republik IndonesiaPermenkes Republik Indonesia. 2016. Permenkes No. 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek [JDIH BPK RI].I ReslinaP PameswariR A Dan NisaReslina, I., Pameswari, P., dan Nisa, 2021. Analisis Kualitatif Waktu Tunggu Pelayanan Resep pada Pasien BPJS di Instalasi Farmasi RSUP DR. M. Djamil Padang. Journal Academi Pharmacy Prayoga, 61, 20-28.
Pelayanan laboratorium rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut diperjelas dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/MENKES/SK/II/2008 tentang standar pelayanan minimal rumah sakit, yang menyebutkan bahwa pelayanan laboratorium rumah sakit adalah bagian yang tidak
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Kanada, negara berpenduduk 36 juta ini terdiri dari sepuluh provinsi dan tiga wilayah terirori. Sejak tahun 1961, pelayanan kesehatan di Kanada terlaksana dengan sistem Medicare, yaitu jaminan kesehatan yang dikelola oleh masing-masing propinsi dan saja yang bisa mendapatkan Medicare?Setiap warga negara citizen Kanada berhak mendapatkan Medicare. Penduduk yang memiliki ijin tinggal permanent permanent resident ataupun yang memiliki ijin kerja work permit holder harus mengajukan permohonan untuk mendapatkan Medicare di propinsi atau wilayah tempat tinggalnya. Waktu tunggu untuk mendapatkan kartu Medicare tidak melebihi tiga bulan. Selama waktu tunggu ini, kita dianjurkan memiliki asuransi kesehatan swasta private health insurance untuk mengantisipasi kebutuhan pelayanan kesehatan darurat. Setelah mendapatkan kartu Medicare, kartu harus dibawa setiap kali mengunjungi dokter atau pemberi pelayanan kesehatan lainnya. Kartu Medicare ini berisi nomor identifikasi yang digunakan untuk mengakses informasi medis pemiliknya. Pelayanan apa saja yang dicakup Medicare? Dengan Medicare, setiap warga yang memenuhi syarat berhak mendapatkan pelayanan yang sifatnya preventif dan kuratif dari dokter pelayanan primer dokter umum atau general practitioner maupun dokter spesialis. Prosedur diagnostik, bedah, radiologi, anestesi, dan terapi psikiatris umumnya tercakup Medicare. Pelayanan preventif di antaranya vaksinasi wajib anak-anak dan remaja, vaksinasi flu, skrining kanker pap smear, mamografi, dll.Pelayanan dapat diberikan di klinik swasta, pusat pelayanan kesehatan masyarakat local community servicecentres,pusat perawatan jangka panjang longterm care centres,pusat rehabilitasi rehabilitation centres,serta di rumah pasien home care, walaupun pada umumnya yang ditanggung oleh Medicare adalah yang diberikan di rumah sakit. Cakupan pelayanan kesehatan yang diberikan sifatnya universal, artinya semua yang memenuhi syarat untuk mendapatkan Medicare berhak menerima pelayanan yang sama, terlepas dari riwayat kesehatan ataupun tingkat pendapatan Kesehatan SwastaSaya katakan BPJS lebih “sakti” dibandingkan Medicare karena ada banyak layanan kesehatan yang tidak tercakup Medicare, di antaranya obat-obatan, perawatan gigi, pemeriksaan optik, kacamata lensa korektif, dan layanan kosmetik. Ya, Kanada adalah satu-satunya negara yang tidak mencakup biaya obat-obatan dalam jaminan kesehatannya. Inilah alasan utama perlunya membeli asuransi kesehatan swasta, yaitu untuk melengkapi cakupan kesehatan medicare. Asuransi kesehatan swasta umumnya menanggung 80% biaya yang dikeluarkan. Bagi pekerja, umumnya asuransi kesehatan swasta merupakan bagian dari insentif yang diberikan oleh perusahaan. Pemberi Provider Pelayanan KesehatanBerdasarkan statistik bulan januari 2016, saat ini terdapat sekitar 80 ribu dokter di Kanada; 52% adalah dokter umum dan 48% dokter spesialis. Dengan demikian, terdapat satu dokter umum dan satu dokter spesialis per penduduk rasio 1 Dokter umum menjadi lini terdepan pelayanan kesehatan di Kanada. Mereka memberikan pelayanan medis kuratif dan preventif. Seorang pasien bisa mendapatkan layanan spesialis dengan rujukan dari dokter umum bila diperlukan. Rumah sakit menangani kasus-kasus rujukan dari dokter, serta memberikan layanan darurat emergency. Setiap orang yang memiliki Medicare dianjurkan untuk mendaftarkan diri untuk mendapatkan dokter keluarga family doctoragar mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif. Tetapi pada kenyataannya waktu tunggu untuk mendapatkan seorang dokter keluarga bisa berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Memiliki dokter keluarga pun tidak menjamin kita bisa mendapatkan pelayan kesehatan yang cepat saat diperlukan same-dayor next-day service. Oleh karena itu, sebagai alternatif kita bisa mendatangi dokter umum di klinik tanpa perjanjian walk-in clinic physicianyang bisa ditemui setiap saat. 1 2 3 Lihat Healthy Selengkapnya
Ruang Istirahat Dokter Petugas Ruang tempat istirahat dokter dan petugas Sesuai Kebutuhan Sofa, kursi, meja, pantri 11. KMWC petugas pasien KMWC KMWC priawanita luas 2 m 2 – 3 m 2 Kloset, wastafel, bak air 12. Ruang penyimpanan sementara limbah radioaktif padat Jelas, sesuai nama ruangan Sesuai Kebutuhan Kontainer khusus.
FilterRumah TanggaDekorasiRuang Tamu & KeluargaKesehatanObat - ObatanPerlengkapan MedisBukuNovel & SastraMasukkan Kata KunciTekan enter untuk tambah kata 39 produk untuk "ruang tunggu rumah sakit" 1 - 39 dari 39Urutkanstiker tulisan ruang tunggu, ruang periksa stiker rumah sakit sign Tangerangtgr~ 10Kursi Ruang Tunggu Chrome Bandara, Rumah Sakit, Kantor KT 3 Besi PusatrohmimPreOrderKursi Stadion Ruang Tunggu Tempat Duduk Halte Bangku Rumah Ruang tunggu Rumah UtaraMoltenn Vchairakrilik sign tanda arah ruang tunggu pasien rumah sakit 1%SurabayaPiramida Advertisingsoftware aplikasi program display informasi ruang tunggu rumah Selatandatabos1994Kursi Ruang Tunggu Bandara, Kantor, Tunggu Rumah Sakit KT 4 Besi PusatrohmimPreOrderKursi Ruang Tunggu Chrome Bandara, Rumah Sakit, Kantor KT 3 4[ Platinum ] Kursi Ruang Tunggu Chrome Bandara, Rumah Sakit, Kantor BaratBicous idDISKON Kursi Ruang Tunggu Kantor / Bandara / Rumah Sakit - KT Pusathidayatdestore Keperawatan Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Daerah Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara di Masa Pandemi Covid-19 Syntax Literate , Vol. 7, Special Issue No. 2, Februari 2022 2449 ArticlePDF AvailableAbstractPada setiap rumah sakit atau fasilitas medis terdapat perawat yang bertanggung jawab atas perawatan suatu pasien. Para perawat ini mengawasi keadaan pasien selama masa pemulihannya atas penyakit atau cidera yang dideritanya. Pasien dalam kondisi tertentu terkadang membutuhkan bantuan perawat, bahkan dalam situasi gawat darurat pasien membutuhkan pertolongan segera. Sistem pemanggil perawat ini dirancang agar pasien bisa melakukan panggilan ke perawat dengan hanya menekan suatu tombol. Ketika pasien menekan tombol akan muncul indikasi pada suatu layar LCD yang terdapat di ruang perawat untuk menunjukkan pasien dari ruangan mana yang membutuhkan bantuan. Pengujian prototype alat dilakukan dengan membuat simulasi panggilan dari tempat tidur pasien dengan menekan tombol CALL 1 dan dari toilet dengan menekan tombol WC 1. Sistem merespon dengan segera menampilkan pemanggil secara real time di LCD dengan tidak ada delay waktu. LCD menampilkan pemanggil secara bergantian dan yang ditampilkan terlebih dahulu adalah yang pertama melakukan panggilan metode FIFO. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. InComTech Jurnal Telekomunikasi dan Komputer Desember 2020, 121-128 P-ISSN 2085-4811 E-ISSN 2579-6089 ISSN 2085-4811, eISSN 2579-6089 Perancangan Internet of Things Nurse Call System pada Area Rawat Inap Rumah Sakit Berbasis Arduino menggunakan Metode FIFO Jonston Sirait1*, Ahmad Firdausi2 1PT. Multi Sinar Adamar Jakarta, Indonesia 2Teknik Elektro, Universitas Mercu Buana Jl. Meruya Selatan, Jakarta 11650, Indonesia *Email Penulis Koresponden Abstrak Pada setiap rumah sakit atau fasilitas medis terdapat perawat yang bertanggung jawab atas perawatan suatu pasien. Para perawat ini mengawasi keadaan pasien selama masa pemulihannya atas penyakit atau cidera yang dideritanya. Pasien dalam kondisi tertentu terkadang membutuhkan bantuan perawat, bahkan dalam situasi gawat darurat pasien membutuhkan pertolongan segera. Sistem pemanggil perawat ini dirancang agar pasien bisa melakukan panggilan ke perawat dengan hanya menekan suatu tombol. Ketika pasien menekan tombol akan muncul indikasi pada suatu layar LCD yang terdapat di ruang perawat untuk menunjukkan pasien dari ruangan mana yang membutuhkan bantuan. Pengujian prototype alat dilakukan dengan membuat simulasi panggilan dari tempat tidur pasien dengan menekan tombol CALL 1 dan dari toilet dengan menekan tombol WC 1. Sistem merespon dengan segera menampilkan pemanggil secara real time di LCD dengan tidak ada delay waktu. LCD menampilkan pemanggil secara bergantian dan yang ditampilkan terlebih dahulu adalah yang pertama melakukan panggilan metode FIFO. This is an open access article under the CC BY-NC license Katakunci FIFO; Nurse Call; Real Time; Riwayat Artikel Diserahkan 3 Mei 2020 Direvisi 16 Juni 2020 Diterima 19 Juni 2020 Dipublikasi 8 Desember 2020 DOI 1. PENDAHULUAN Perkembangan kemajuan teknologi saat ini sangat bermanfaat untuk membantu manusia melakukan aktifitasnya sehari-hari. Selain membantu manusia, teknologi juga sudah seperti kebutuhan pokok yang diperlukan manusia untuk memudahkan pekerjaannya. Salah satu teknologi yang sudah sangat umum digunakan pada rumah sakit adalah sistem pemanggil perawat atau yang lebih popular disebut InComTech Jurnal Telekomunikasi dan Komputer, Desember 2020, 121-128 ISSN 2085-4811, eISSN 2579-6089 dengan nurse call. Sistem ini adalah sebagai alat yang digunakan pasien untuk memanggil pasien jika pasien membutuhkan pertolongan [1, 2, 3]. Peran teknologi membawa dampak positif bagi perusahaan atau institusi. Teknologi akan membuat perusahaan semakin cepat dan mudah melakukan seluruh kegiatan yang ada dalam perusahaan tersebut. Penerapan teknologi juga akan membuat efisiensi waktu dan biaya dalam perusahaannya. Pada era globalisasi banyak dituntut melaksanakan perubahan dalam meningkatkan daya saing dengan menggunakan teknologi [4]. Salah satu contoh adalah penggunaan teknologi yang digunakan pada pelayanan kesehatan yang akan meningkatkan pelayanan pada rumah sakit dimana pelayanan rumah sakit harus lebih cepat, bersahabat dan akurat [5]. Pada era sekarang yang sudah serba internet, maka desain sistem nurse call yang dibuat juga mengikuti perkembangan ini. Perawat dimungkinkan untuk memeriksa catatan panggilan yang dilakukan pasien melalui smartphone masing-masing. Perawat dapat mengaksesnya melalui web browser dari smartphone atau komputer lainnya [6, 7, 8]. Komputer server sistem ini dihubungkan ke jaringan internet melalui jaringan LAN atau wifi. Sistem akan menunjukkan data panggilan oleh pasien secara real time. Perawat juga bisa melihat data panggilan sebelumnya untuk keperluan evaluasi pelayanan [9]. Catatan panggilan ini dapat dipergunakan oleh perawat sebagai arsip jika kemudian hari ada pasien yang menuntut pelayanan perawat yang lambat. Catatan panggilan ini bisa dipergunakan sebagai bukti bahwa perawat sudah menangani pasien begitu pasien menekan tombol bantuan [10]. Pada suatu rumah sakit ruang terdapat banyak ruangan perawatan yang terdiri dari beberapa kelas. Biasanya kelas ruangan perawatan adalah kelas tiga yang berisi enam tempat tidur pasien, kelas dua yang berisi empat tempat tidur pasien, kelas satu yang berisi dua tempat tidur pasien, kelas VIP yang berisi satu tempat tidur pasien dan kelas VVIP yang juga berisi satu tempat tidur pasien tetapi dengan ukuran lebih luas dari VIP [11]. Dalam menjalankan tugasnya, suatu kelompok perawat bertugas untuk merawat beberapa ruangan sekaligus dimana ruangan pasien terkadang berada cukup jauh dari ruangan tempat perawat berjaga. Perawat biasanya melakukan tugasnya mengontrol perkembangan kondisi pasiennya secara berkala [12]. Tujuan pembuatan sistem nurse call ini adalah sebuah solusi yang memudahkan pasien atau keluarga pasien yang sedang menemani pasien untuk memanggil perawat jika membutuhkan bantuan perawat. Seperti pasien mengalami kegawat daruratan, terjatuh dari tempat tidur, terjatuh di kamar mandi, aliran cairan infus tidak berjalan normal dan berbagai kasus lainnya yang membutuhkan bantuan perawat [13]. Sistem didesain dengan menggunakan metode First In First Out FIFO, arduino sebagai mikrokontroler pengontrol sistem, LCD grafik 128 X 64, buzzer, LED dan push button call, emergency call, wc call & reset [14][15]. 2. METODE Dalam pengumpulan data dan informasi tulisan ini, metode yang digunakan adalah perancangan alat. Metode yang dipergunakan pada sistem nurse call ini adalah metode First In First Out FIFO atau First Come First Served FCFS, yaitu pelayanan dimana yang lebih dahulu masuk maka lebih dahulu keluar atau yang lebih dahulu datang maka lebih dahulu dilayani. Alat yang telah dirancang dianalisa Jonston Sirait et al., Simulasi Filter Lolos Bawah dengan Teknologi……… ISSN 2085-4811, eISSN 2579-6089 berdasarkan serangkaian percobaan pada alat, sehingga didapat data yang ingin dicapai dan dapat mengetahui karakteristik dari alat tersebut. Blok Diagram dan Flowchart Sistem nurse call ini menggunakan Arduino Mega 2560 sebagai kontrolernya. Pada area tempat perawat berjaga disediakan LCD untuk menampilkan lokasi pasien yang memanggil dan buzzer untuk memberitahu perawat ketika ada pasien yang membutuhkan bantuan. Untuk memudahkan perawat menemukan lokasi dan status pasien maka disediakan empat lampu LED sebagai indikatornya. Tabel 1 memperlihatkan fungsi indikator ruangan. Tabel 1. Tabel indikator LED Panggilan dari bed pasien Perawat sudah menangani pasien Perawat membutuhkan bantuan Gambar 1. Blok Diagram Alat Pada Gambar 1 diperlihatkan blok diagram. Fungsi masing-masingnya adalah sebagai berikut PB Call adalah tombol panggil dari tempat tidur pasien, PB WC adalah tombol panggil dari WC/Closet, PB SP adalah tombol kehadiran perawat Staff Presence, PB SA adalah tombol untuk memanggil perawat lainnya Staff Assist, dan PB Reset adalah tombol untuk reset jika penanganan pasien telah selesai dilakukan. Adapun cara kerja sistem ini diperlihatkan pada Gambar 2 dalam bentuk flowchart. Perancangan Perangkat Lunak Sistem nurse call ini membutuhkan software Arduino & XAMPP. Software yang digunakan adalah bersifat open source. Pada software XAMPP ini sudah berisi Apache dan MySQL modul. Fungsi dari Apache adalah sebagai webserver dan MySQL sebagai database sistem nurse call ini. Software XAMPP diperlihatkan pada Gambar 3. Dalam proses instalasi software XAMPP hanya dibutuhkan aplikasi Apache & MySQL. Aplikasi lainnya tidak dibutuhkan untuk menjalankan prototype sistem nurse call ini. Untuk menghubungkan komputer server ke Ethernet shield, IP addres pada protocol internet TCP IPv4 komputer server perlu diatur. Dalam prototype ini InComTech Jurnal Telekomunikasi dan Komputer, Desember 2020, 121-128 ISSN 2085-4811, eISSN 2579-6089 IP Addres yang dipergunakan adalah IP Addres ini juga harus ditulis dalam program arduino. Setelah software XAMPP dibuka, Apache & MySQL harus di-start agar komputer server bisa menyimpan data penggunaan sistem. Proses pembuatan program untuk prototype sistem nurse call ini terdiri dari dua tahap yaitu pemrograman untuk rangkaian yang dikontrol oleh Arduino Mega 2560 dan penulisan program agar catatan penggunaan alat bisa dilihat di komputer server. StartPatient CallLed Red OnBuzzer OnLed Green onStart AssistResetNurse Come To Patient RoomNeed AssistStaff PresenceLed Yellow OnPatient Handled By NurseWork Has Been CompletedEndNoYesCall From Room 1“Patient Handled”“Need Assistence RIGambar 2. Flowchart Kerja Sitem Jonston Sirait et al., Simulasi Filter Lolos Bawah dengan Teknologi……… ISSN 2085-4811, eISSN 2579-6089 Gambar 3. Software XAMPP Pembuatan program Arduino pada prototipe sistem nurse call ini agar rangkaian elektronika dapat membaca input dari push button, memproses input tersebut dan kemudian menampilkan outputnya pada LCD dan buzzer. Arduino bertugas sebagai otak yang mengendalikan input, proses dan output pada rangkaian elektronika alat ini. Sistem nurse call ini juga dilengkapi dengan catatan penggunaan alat dalam bentuk tabel sederhana. Tabel ini mencatat waktu panggilan oleh pasien, waktu kedatangan staff, waktu ketika staff membutuhkan bantuan, waktu panggilan dari WC dan waktu ketika pasien telah selesai ditangani. Tabel 2 memperlihatkan contoh hasil catatan tersebut. Tabel 2. Log Sistem 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 4 memperlihatkan hasil akhir dari perancangan dan perakitan. Pada gambar tersebut tampak LCD dan indikator LED pada rangkaian telah menyala. Hal ini menandakan rangkaian telah aktif dan telah dialiri oleh arus dan tegangan listrik DC. InComTech Jurnal Telekomunikasi dan Komputer, Desember 2020, 121-128 ISSN 2085-4811, eISSN 2579-6089 Gambar 4. Prototype Nurse Call System Catatan penggunaan sistem nurse call ini juga dapat diakses di smartphone dengan cara menghubungkan komputer server ke wifi. Untuk bisa mengakses catatan penggunaan sistem ini terlebih dahulu harus diketahui IP Wireless LAN komputer servernya. Gambar 5. IP Address Komputer Server Browser apapun yang tersedia di smartphone bisa digunakan untuk mengakses catatan penggunaan sistem nurse call ini dengan cara mengetik sebagai contoh alamat pc servernya Untuk menguji sistem ini maka diskenariokan terjadi beberapa situasi, seperti terlihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. Tabel 3. Tabel Situasi Pertama Pada Tabel 3 ditunjukkan reaksi dari sistem ini, lampu indikator dan buzzer terdiri dari tiga level yaitu slow, medium dan fast. Indikator ini digunakan untuk mengetahui seberapa penting pasien memerlukan bantuan. Warna Interval Kedip On/Off Interval1 CALL 1 1 Merah Slow Call From Room 1 On Slow Room 1 √x x x2 CALL 1 2 Merah Medium Call From Room 1 On Medium Room 1 √x x x3 CALL 1 3 Merah Fast Call From Room 1 On Fast Room 1 √x x x4 SP 1 1 Hijau xPatient Handled R1 On Fast Room 1 √ √ x x5 SA 1 1 Kuning xNeed Asistance R1 On Fast Room 1 √ √ √ x6 Reset 1 Off x"Nurse Call System" Off xRoom 1 √ √ √ √ Jonston Sirait et al., Simulasi Filter Lolos Bawah dengan Teknologi……… ISSN 2085-4811, eISSN 2579-6089 Tabel 4. Tabel Situasi Kedua Pada Tabel 3 dan Tabel 4, dapat diketahui bahwa panggilan ini berasal dari satu ruangan tetapi berbeda lokasi. Perbedaan lokasi tersebut adalah Tabel 3 dari pasien yang sedang berada di tempat tidur dan Tabel 4 dari toilet pasien. Ketika tombol “Call 1” dan “Call 2” ditekan pada saat bersamaan maka tampilan informasi yang ditunjukkan LCD akan bergantian antara tampilan informasi dari “ROOM 1” dan “ROOM 2”. Dari kedua situasi percobaan diatas komputer control akan mencatat waktu panggilan dilakukan, waktu perawat datang, waktu perawat membutuhkan bantuan perawat lainnya dan waktu pasien telah selesai ditangani perawat. Log panggilan yang tercatat pada computer control diperlihatkan pada Gambar 6. Gambar 6. Gambar Tampilan Log Panggilan Situasi 1 dan Situasi 2 Semua log panggilan dicatat oleh komputer. Panggilan paling terakhir ditunjukkan pada bagian atas. Log panggilan ini disimpan terus-menerus sampai kapasitas penyimpanan penuh. 4. KESIMPULAN Berdasarkan pengujian maka dapat disimpulkan sebagai berikut. Sistem nurse call ini dapat dipergunakan untuk memberitahu perawat bahwa ada pasien yang membutuhkan pertolongan. Log panggilan dari pasien ditunjukkan secara real time ketika tombol ditekan. Sistem memiliki lampu LED berwarna merah, kuning, hijau, biru dan buzzer sebagai indicator, untuk memudahkan perawat menemukan lokasi pasien. Buzzer dan LED memiliki tiga interval yaitu low, medium, dan high untuk mengetahui urgensi panggilan pasien. Terdapat tombol pemanggil bantuan jika InComTech Jurnal Telekomunikasi dan Komputer, Desember 2020, 121-128 ISSN 2085-4811, eISSN 2579-6089 perawat membutuhkan bantuan perawat lainnya. Perawat tidak dapat membatalkan panggilan pasien sebelum mendatangi pasien. Catatan panggilan perawat tersimpan di komputer server dan dapat dipergunakan untuk evaluasi kecepatan penanganan panggilan pasien oleh perawat dikemudian hari. Catatan panggilan pasien juga dapat diakses melalui smartphone perawat atau komputer lainnya dengan menggunakan jaringan internet. REFERENSI [1] C. Vikasari, P. Purwiyanto & G. M. Aji, “Teknologi Aplikasi Nurse Call berbasis Client Server Pada Rumah Sakit”, Journal of Applied Informatics and Computing JAIC, vol. 2, no. 2, pp. 01-08, Desember 2018, DOI [2] J. Dugstad, V. Sundling, E. R. Nilsen, “Nursing staff’s evaluation of facilitators and barriers during implementation of wireless nurse call systems in residential care facilities. A cross-sectional study,” BMC Health Serv Res, vol. 20, no. 163, 2020, DOI [3] H. Noguchi et al., "Bayesian statistic model for nurse call data considering time-series, individual patient variabilities and massive zero-count call data," 2020 42nd Annual International Conference of the IEEE Engineering in Medicine & Biology Society EMBC, Montreal, QC, Canada, 2020, pp. 5598-5601, doi [4] I. Herdyanti, “Perkembangan Teknologi Bagi Perusahaan,” 2013. [Online]. Available [Accessed 20-Nov-2018]. [5] I. Setyaningsih, “Analisis kualitas pelayanan rumah sakit terhadap pasien menggunakanan pendekatan lean servperf performance Studi Kasus Rumah Sakit X,” Spektrum Industri, vol. 11, no. 2, pp. 117–242, 2013, DOI [6] M. A. Majumder, “Low Cost Wireless Nurse Call System with Webserver & Pager”, Global Journal of Computer Science and Technology, vol. 16, no. 1-E, pp. 1-6, March 2016. [7] W. Kartika, I. Sansoso dan K. Supriyadi, “Simple Wireless Nurse Call on Distance Measurment,” Journal of Robotics and Control JRC, vol. 2, no. 3, pp. 145-147, 2021. [8] A. Widodo, M. A. Imron and N. Nurhayati, "Performance Evaluation of ESP8266 for Wireless Nurse Call System," 2020 Third International Conference on Vocational Education and Electrical Engineering ICVEE, Surabaya, Indonesia, 2020, pp. 1-4, DOI [9] K. Joakim, “Support for nurses’ strategies to handle unwanted nursecalls”, Disertasi, Norwegian University of Science and Technology, Norwegia, 2016. [10] N. Khera, T. Sharad, R. P. Singh, G. Thatagata, & K. Pradeep, “Development of Android Based Smart Home and Nurse Calling System for Differently Abled”. 5th International Conference on Wireless Networks and Embedded System WECON, Rajpura, 2016, pp. 1-4, DOI [11] L. Sue, “The Button Initiating the Patient–Nurse Interaction,” Clinical Nursing Research, vol. 23, no. 2, pp. 188 –200, 2014, DOI [12] S. Aswin, N. Gopalakrishnan, S. Jeyender, R. G. Prasanna and S. P. Kumar, "Design development and implementation of wireless nurse call station," 2011 Annual IEEE India Conference, Hyderabad, 2011, pp. 1-6, DOI [13] L. Guarascio-Howard and K. Malloch, “Centralized and Decentralized Nurse Station Design An Examination of Caregiver Communication, Work Activities, and Technology”, HERD, vol. 1, no. 1, pp. 44-57, Fall 2007, DOI [14] S. Mehmet, S., Unluturk, “Manual Nurse Messaging with Patient Information Using A Mobile Whiteboard System”, Computer Method and Programs in Biomedicine, vol. 110, pp. 441-446, 2013. [15] O. Adigun, J. O. Onihunwa, D. A. Joshua, and O. O. Adesina, “Framework for Development of Mobile Telenursuring System for Developing Countries,” The 13th International Conference of Nigeria Computer Society, Lagos, Nigeria, July 2017, pp. 1-12. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this and increased performance of mobile computing systems has brought about development of myriad of mobile applications including mobile surveillance, mobile news, mobile games, mobile learning, mobile health etc. Mobile health has many sub-fields one of which is mobile nursing. In this paper, framework for provision of effective mobile nursing system was developed, the framework aid sustainable healthcare provision in developing countries by enabling telenurses to make clinical decisions based on expert advice and carry out some medication administration functions like medication usage monitoring etc. This is with the view to improve health care quality, thereby expanding access to affordable care at reduced health care cost of patients. Development of this framework involved the establishment of stakeholders required by the system these included the care centre, telenurse, telepatients and teleconsultants. The detailed attributes and functions of these stakeholders as well as relationship and interaction between the stakeholders were specified. The requirement statement gathered was transformed into use case diagram of the mobile nursing system wherein the design of the framework of the mobile nursing system was designed on. Furthermore, the flow chart of the mobile application which implements the framework designed was detailed. The mobile nursing system was shown to require low start-up cost as it only requires a central server and mobile phones running Android operating system already possessed by the telenurse, telepatients and teleconsultants. It is believed that the system is cost effective complements to traditional nursing that will reduce the problem of nurse understaffing and reduce rural marginalization in terms of nursing staffs by enabling nurses take ubiquitous clinical decisions about their Traditional nurse call systems used in residential care facilities rely on patients to summon assistance for routine or emergency needs. Wireless nurse call systems WNCS offer new affordances for persons unable to actively or consciously engage with the system, allowing detection of hazardous situations, prevention and timely treatment, as well as enhanced nurse workflows. This study aimed to explore facilitators and barriers of implementation of WNCSs in residential care facilities. Methods The study had a cross-sectional descriptive design. We collected data from care providers n = 98 based on the Measurement Instrument for Determinants of Innovation MIDI framework in five Norwegian residential care facilities during the first year of WNCS implementation. The self-reporting MIDI questionnaire was adapted to the contexts. Descriptive statistics were used to explore participant characteristics and MIDI item and determinant scores. MIDI items to which ≥20% of participants disagreed/totally disagreed were regarded as barriers and items to which ≥80% of participants agreed/totally agreed were regarded as facilitators for implementation. Results More facilitators n = 22 than barriers n = 6 were identified. The greatest facilitators, reported by 98% of the care providers, were the expected outcomes the importance and probability of achieving prompt call responses and increased safety, and the normative belief of unit managers. During the implementation process, 87% became familiar with the systems, and 86 and 90%, respectively regarded themselves and their colleagues as competent users of the WNCS. The most salient barriers, reported by 37%, were their lack of prior knowledge and that they found the WNCS difficult to learn. No features of the technology were identified as barriers. Conclusions Overall, the care providers gave a positive evaluation of the WNCS implementation. The barriers to implementation were addressed by training and practicing technological skills, facilitated by the influence and support by the manager and the colleagues within the residential care unit. WNCSs offer a range of advanced applications and services, and further research is needed as more WNCS functionalities are implemented into residential care services. Sue LasiterPatient-nurse interactions are foundational to care that is desired by patients. Evidence about patient-initiated interactions with nurses is scant and little focus has been placed on the meaning to patients of ways to call for help when needed. The purpose of this secondary analysis was to provide a more intensive focus on initiative, one of four categories identified in a grounded theory study related to the perception of feeling safe in intensive care. Of 10 participants, a subset of 9 participant interviews was included in this analysis. Participants perceived "the button" was a way to initiate interaction with a nurse and to get the help they might need "right now." This report emphasizes the importance of nurse call lights to patients and contributes to evidence focused on the meaning for patients of initiating interaction with nurses. Findings have important implications for care quality and nurse of nurse call data is important to evaluate nursing management, because nurse calls reflect the fundamental demand of patients. However, the nurse call data include time-series properties and individual patient variabilities. In addition, the calls do not necessarily follow the common single distributions such as normal and Poisson distribution. These characteristics of the nurse call data cause the difficulty of applying traditional frequent statistics. To resolve this problem, we introduced Bayesian statistics and proposed a model including three elements 1 transition, which represents time-series change of nurse calls, 2 random effect, which handles individual patient variabilities, and 3 zero inflated Poisson distribution, which is suitable for nurse call data including massive zero data. To evaluate the model, nurse call dataset containing total 3324 patients in orthopedics ward was used and the differences of nurse calls between the patients who had undergone orthopedics surgery and those who had undergone other surgeries were analyzed. The result in comparing all combinations of elements suggested that our model including all elements was the most fitting model to the dataset. In addition, the model could detect longer duration of nurse call difference existence than the other models. These results indicated that our proposed model based on Bayesian statistics may contribute to analyzing nurse call dataset. Joakim KlemetsA nurse call system allows patients in a hospital department to remotely call for a nurse’s assistance when required. Commonly, a nurse call system notifies nurses about an issued call through strategically placed alarm displays. Recently, nurses have also been equipped with wireless phones through which they receive nurse calls. However, nurse call systems have been accused of being a source of continuous interruption that further complicates nurses’ work. In particular, interruptions have been found to negatively affect human cognition and are considered a possible cause to medical errors in this type of working milieu. Through a design science approach, effort is aimed at designing technology that addresses nurses’ struggles to handle interruptions in the form of nurse calls at a Norwegian university hospital. The research is divided into three distinct yet interdependent phases. In the first phase, the nature of these types of interruptions and nurses’ strategies to handle them are explored using a qualitative case study strategy. In the second phase, engineering methods are applied to develop prototypes that support nurses’ strategies. Finally, during the third phase, nurses are involved in co-design exercises that utilise socio-technical design approaches to further refine the prototypes as well as evaluate their possible implications on practice. The results indicate that nurse calls are a complex phenomenon that cannot easily be distinguished as having negative or positive effects on nurses’ work. In particular, these calls are an inherent and central part of nursing work, which is supported by the finding that several factors influence nurses’ decision to respond to a nurse call. Nurses were found to adopt four main strategies to both restrict unwanted nurse calls and facilitate the reception of wanted ones, and prototypes were developed to more efficiently support three of these strategies. The evaluation of the prototypes suggests that these could make existing sub-optimal workarounds redundant, improve work efficiency, and facilitate nurses’ decision making. Further, using this technology to support nurses’ everyday practices that result in successful outcomes could enhance patient safety by strengthening the socio-technical system’s this work, a nurse call system is designed and developed which provides continuous monitoring of patient's status. The system helps in assisting patients who are bedridden and have no other means of communication with medical staffs in the absence of their caretakers. The conventional nurse call systems employ push button switches mounted near hospital beds that facilitate patients to alert a centralized base station for seeking the attention of the nurses or other health care staffs. As and when the call is initiated and attended the alert signal is automatically turned on and off respectively. A radio frequency based wireless communication is adopted to address the additional wiring requirements in the initial installation process. The designed system provides the unique identification number of the patient through voice messages and short messaging service SMS messages to the base station. The call can be initiated either by manual or automated modes. In the automated mode, the physiological parameters such as ECG, pulse rate, oxygen saturation level, respiration rate are continuously monitored and in case of any emergencies, voice message and SMS is initiated automatically. Mehmet UnluturkNurses are the backbone of hospitals. They are mobile all the time and they can be anywhere in the hospital. To improve the communication between nurses, publicly visible displays such as manual whiteboards are heavily used in the nursing units. However, HIPAA limits the information displayed in these public displays. In this paper, a software solution called whiteboard which is HIPAA compliant is developed to replace these manual public displays. The software whiteboard is visible only to the nurses and integrates the staff assignments from the nurse call system, the patient and the bed information from the ADT admission-discharge-transfer interface, and the staff location information from the location server. Nurses can use this information to improve the staff communication, do the planning, and see the bed occupancy status in their nursing units. .
  • djp0io5ubf.pages.dev/180
  • djp0io5ubf.pages.dev/133
  • djp0io5ubf.pages.dev/327
  • djp0io5ubf.pages.dev/252
  • djp0io5ubf.pages.dev/214
  • djp0io5ubf.pages.dev/167
  • djp0io5ubf.pages.dev/73
  • djp0io5ubf.pages.dev/314
  • djp0io5ubf.pages.dev/291
  • ruang tunggu rumah sakit umum